Rabu, 04 Maret 2015

Diplomasi dan Spiritual, Kunci Sukses Lamadi di Tanah Papua

Saya mengenalnya saat menjadi mahasiswa di Jakarta. Saya kuliah di UIN Syarif Hidayatullah dan ia di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Semuanya bermula dari saya kerja sebagai operasional komputer, Ilham's Computer dan ia pelanggannya. Dari situlah pertemanan kami berkembang hingga ke ranah diskusi.

Untuk bidang prestasi, saya tidak mengenalnya terlalu jauh. Tapi, saya tahu bahwa ia adalah seorang pekerja keras. Ia memiliki kualitas personal yang luar biasa, mampu menjaga kualitas silaturrahmi dan etika persahabatan. Karena itu, pertemanan kami tetap bertahan hingga sekarang.

Proses hidupnya sangat berliku. Sejak SMA ia sudah harus meninggalkan kampung halaman, nekad naik kapal laut tanpa ticket sehingga ia harus dihukum oleh pihak keamanan. Mulai dari pekerja kuli di pasar hingga kerja-kerja kasar lainnya sudah pernah ia lakukan. Dan satu hal yang tidak bisa ditinggalkannya, ia suka membaca. Seperti diakuinya, "Meski otak saya biasa-biasa saja, tapi buku-buku saya cukup banyak." Diakuinya, bahwa ia senang membeli buku dan itu menjadi barang paling berharga miliknya.

Dengan semangat itulah, ia bisa kuliah di UMJ dan S2 di UI (tidak tamat karena kendala biaya). Ia lalu pergi ke Papua untuk mengundi nasib. "Kalau di Jakarta, saya tidak kuat bersaing," akunya terus terang sambil tertawa terbahak-bahak.

Semuanya bermula dari pertemuannya dengan Bupati Lukas Enembe di Hotel Mulia Jakarta. Dengan diplomasinya yang ulung, ia mampu meyakinkan Pak Bupati untuk dibuatkan biografinya. "Padahal, saat itu saya baru mengenalnya. Tapi, saya sudah berani menawarinya untuk membuatkan biografinya," kenangnya.

Terjadilah tukar-menukar kontak handphone saat itu. Beberapa saat kemudian, saat Bupati kembali ke Papua, Lamadi pun mendapat panggilan untuk menyusulnya. "Ternyata, niat saya diapresiasi dengan baik oleh beliau," ceritanya lebih lanjut.

Maka meluncurlah Lamadi ke Papua untuk memulai babak baru sebagai warga di sana. Singkat kata, ia pun berhasil menyelesaikan buku biografi Bupati Lukas Enembe. Sejak itulah, namanya mulai berkibar di tanah paling timur di Indonesia tersebut. Lamadi pun mulai terjun sebagai pengamat politik dan tentunya tetap aktif menulis opini politik di berbagai media lokal di sana. Konsentrasinya adalah kebijakan otsus di tanah Papua.

Di tengah persaingan anak-anak Papua yang kuat, Lamadi tetap eksis di pentas politik Papua. Sekali-kali ia diundang oleh televisi lokal untuk mengutarakan pandangan politiknya. Bahkan, dalam salah satu acara ia pernah menjadi host-nya. Dengan kata lain, Lamadi mulai menapakkan sisi-sisi kesuksesannya di Papua. Padahal, kalau saya ingat betul saat kuliah di Jakarta, ia suka datang dari satu teman ke teman lainnya untuk berbelas kasihan. Karena, saat itu ia telah menikah sementara belum punya kerjaan tetap.

Setelah melahirkan buku pertama, Lamadi pun melahirkan buku berikutnya tentang biografi Lukas Enembe. Bahkan, tulisan-tulisan politiknya di media lokal pun kemudian dibukukannya. Sudah tercatat, ada beberapa buku yang ditulisnya seperti Obat Demokrasi Papua, Bola Liar Kegagalan Otsus, Memimpin di Tengah Kepungan OPM, Papua di Titik Nol, Anak Koteka jadi Gubernur, dan Jalan Terjal Anak Koteka Meretas Impian.

Dalam perjalanan politiknya, Lamadi kemudian mencalonkan diri sebagai anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) utusan Papua. Namun, ia gagal karena kalah suara. "Saya seperti ditipu," akunya. Ia mengaku bahwa saat mencalonkan diri sebagai anggota DPD, ia mendatangi tokoh muslim di Papua yang sukses. "Saya pikir saat itu, ia tidak mencalonkan diri," kata Lamadi. Makanya, ia mendatangi orang itu. Sebab, ia berharap pada para pemilih muslim karena ia beragama Islam.Nyatanya, last menit orang itu mencalonkan diri juga. Akhirnya, kantong suara muslim banyak yang jatuh kepada tokoh itu. "Saya yang baru kemarin sore terjun di politik, tentu saja kalah saing," jujurnya.

Namun, pengalaman itu dijadikan bahan pelajaran berharga baginya. Lamadi sendiri ikhlas menerima kenyataan pahit tersebut. Kondisi ini tetap tidak mengubah kebiasaannya untuk selalu puasa Senin & Kamis dan kadang tahajud. "Hanya modal spiritual ini yang bisa saya lakukan," ujarnya terus terang pada saya.

Atas izin Allah, saat Lukas Enembe diangkat menjadi Gubernur Papua, Lamadi pun ditarik sebagai juru bicaranya (Jubir) hingga kini.Semuanya berkah keikhlasan dan kesabarannya saat menerima kekalahan dalam pemilihan anggota DPD. "Semuanya pasti ada hikmahnya," ujarnya mensyukuri.

Demikian kisah sukses seorang lelaki tinggi dan bertubuh sedang bernama Lamadi de Lamato. Berkat diplomasinya yang lihai dan juga kemampuan spiritualnya yang terus dipertahankannya hingga sekarang ia bisa mencapai sebuah kesuksesan. Meski ia sendiri mengaku, "Saya belum sukses, Mas." Semoga kita bisa belajar darinya! Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar